PENGAJUAN PERCERAIAN
28 Feb
Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia adalah putusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan memutus perkara dalam lingkup Peradilan Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga yang dikualifikasi. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang telah beberapa kali dipergunakan sebagai acuan bagi para Hakim untuk memutus suatu perkara yang sama sehingga menjadi sumber hukum yang memiliki kekuatan mengikat secara relatif.
Putusan Mahkamah Agung tersebut akan diseleksi oleh Tim Khusus dan apabila dianggap layak untuk menjadi Yurisprudensi maka akan dipublikasikan oleh Mahkamah Agung. Judul atau Nama dari publikasi tersebut disesuaikan dengan tahun terbitannya misalnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2006.
Penerbitkan buku tersebut biasanya dilakukan setiap tahun. Sedangkan putusan yang diterbitkan oleh Puslitbang adalah hasil kajian atau penelitian terhadap putusan suatu kasus yang dianggap menarik. Penerbitan oleh Puslitbang ini belum dilakukan secara reguler. Sayangnya jumlah eksemplar cetakannya dibatasi, yakni disesuaikan dengan jumlah hakim yang ada di seluruh Indonesia dan jumlah perpustakaan yang akan dikirimi publikasi tersebut.
Buku yurisprudensi ini dibagikan secara gratis. Namun karena banyak pihak lain di luar korps hakim dan perpustakaan, khususnya kalangan pengacara, yang ingin memiliki Yurisprudensi MA, maka biasanya pihak MA akan mencari dana di luar dana APBN untuk mencetak lebih banyak lagi buku yurisprudensi tersebut dan menjualnya ke masyarakat yang berminat.
“Keterangan dua orang saksi dalam perkara cerai talak yang hanya menerangkan suatu akibat hukum (rechts gevolg), mempunyai kekuatan hukum sebagai dalil pembuktian untuk itu harus dipertimbangkan secara cermat”.
“Alat bukti berupa keterangan saksi harus memenuhi azas klasifikasi ‘unus testis nullus testis’ sebagai asas yang berlaku dalam hukum acara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
“Harta bersama harus dirinci antara harta yang diperoleh selama perkawinan dan harta milik pribadi (harta bawaan, hadiah, hibah, warisan)”.
“Obyek sengketa yang tidak dapat dibuktikan harus dinyatakan ditolak, sedangkan obyek sengketa yang obscuur libel harus dinyatakan tidak dapat diterima”
“Gugatan rekonpensi yang diajukan oleh Kuasa Termohon dalam perkara cerai talak yang melampaui batas kewenangan yang diberikan kepadanya, sebatas mengenai akibat perceraian, dapat dikabulkan secara ex officio”.
“Kewajiban seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya adalah lil intifa’ bukan lil tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah kepada anaknya (nafkah madhiyah anak), tidak dapat digugat”.
“Jumlah nilai mut’ah, maskan dan kiswah selama masa iddah serta nafkah anak harus memenuhi kebutuhan hidup minimum berdasarkan kepatutan dan rasa keadilan sesuai ketentuan Kompilasi Hukum Islam dan perundang-undangan yang berlaku”.
“Dalam perkara waris, untuk menentukan harta peninggalan terlebih dahulu harus jelas mana yang merupakan harta bawaan dan mana pula yang merupakan harta bersama. Harta bawaan kembali kepada saudara pewaris dan harta bersama yang merupakan hak pewaris menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada para ahli waris”.
“Dalam membagi harta warisan harus disebutkan secara jelas orang-orang yang berhak menjadi ahli waris dan bagiannya masing-masing”
“Apabila dilakukan hibah kepada pihak lain terhadap harta warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris, maka hibah tersebut batal demi hukum karena salahsatu syarat hibah adalah barang yang dihibahkan harus milik pemberi hibah sendiri bukan merupakan harta warisan yang belum dibagi dan bukan pula harta yang masih terikat dengan suatu sengketa”